Militer Myanmar lumpuh ketika pegawai negeri menyerang

Pemerintahan di bawah militer Myanmar mulai terguncang setelah para Pegawai Negeri Sipil (PNS) menolak bekerja dengan militer. Kehadiran pegawai yang mogok semakin memperkuat gerakan pembangkangan sipil untuk melumpuhkan birokrasi di bawah militer.

“Militer perlu membuktikan bahwa mereka dapat mengatur negara dengan baik sebagai pemerintah. Tapi jika kita … pegawai negeri tidak bekerja, rencana mereka untuk mengambil alih kekuasaan akan gagal,” kata Thida, seorang dosen yang meminta untuk menggunakan nama samaran. . , Jumat (26/2/2021).

Selain pegawai, sejumlah petugas kesehatan dan pekerja di berbagai sektor juga ikut ambil bagian dalam aksi mogok massa terhadap pemerintahan militer. Banyak dari mereka sekarang bersembunyi untuk menghindari penangkapan oleh militer.

“Hampir sepertiga rumah sakit negara tidak lagi berfungsi,” kata pemimpin militer Min Aung Hlaing pekan ini.

Sejak aksi mogok massal dilancarkan, pemerintah mulai goyah sehingga militer tidak bisa memungut pajak, mengirim tagihan listrik, melakukan tes COVID-19 atau sekadar menjalankan pemerintahan.

Momok krisis keuangan – yang muncul akibat pandemi dan penurunan investasi asing – semakin mengancam kekuasaan militer Myanmar.

Belum diketahui secara pasti jumlah pekerja yang melakukan pemogokan massal. Survei Crowdsourced menemukan bahwa karyawan dari 24 Kementerian terlibat dalam aksi tersebut. Menurut pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Myanmar, dia memperkirakan tiga perempat pegawai negeri melakukan pemogokan.

Seperti dimuat media pemerintah, Selasa (23/2), Min Aung Hlaing mengkritik para profesional medis karena gagal menjalankan tugasnya. Dia juga mengisyaratkan pemberian hadiah uang tunai kepada dokter dan guru yang tetap bekerja.

Selain itu, semua pekerja, pengemudi dan administrator pemerintah dipecat karena tidak masuk kerja.