JAMBI(SR28)-Seiring dengan perkembangan teknologi, ekonomi dan pengetahuan pada abad 21 ini, semakin banyak pula hal yang mesti diperhatikan dalam pembangunan. Misalnya penelitian tentang ekosistem yang menjadi lebih detail dan spesifik pada peranan setiap individu yang berada dalam sistem ekologi tersebut. Karena tidak bisa dipungkiri, peranan setiap individu dalam rantai makanan dan sistem tersebut akan mempengaruhi yang lain. Jika yang satu terganggu, maka akan mengakibatkan yang lain juga terganggu.
Manusia menjadi satu bagian penting dalam ekosistem yang mesti dibicarakan. Sehingga kita tidak terlena dalam menjamin kekayaan alam, khususnya hutan, tapi membiarkan manusia yang miskin. Ketua Program Studi Kehutanan Unja, Ibu Maria Ulfa, S. hut., M. Si melalui sambutannya dalam kegiatan Kuliah Umum dengan tema “Paradigma Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan” yang diadakan oleh Jurusan Kehutanan yang bekerja sama dengan Yayasan Elotansia, bertanya kepada para peserta kuliah umum”, kira-kira kita memilih hutan yang kaya, masyarakat miskin, apa hutan yang miskin (rusak) tetapi masyarakat yang sejahtera?”
Pertanyaan tersebut sebenarnya dimaksudkan bagaimana kita mestinya mengahadirkan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya hutan. Sederhananya, bagaimana pengelolaan hutan lestari, masyarakat sejahtera bisa terwujud.
Tentu pembangunan semacam ini tidak bisa diwujudkan secara spontan. Ada proses yang mesti dilewati. Prof. Drs. Owin Jamasy D. M. Hum., M. M, Ph. D. selaku pemateri kuliah umum yang diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 2022 menyampaikan bahwa ada serangkaian proses yang mesti dilewati demi terciptanya pembangunan seperti yang diharapkan.
Akademisi yang berasal dari Asia E University tersebut menyampaikan bahwa langkah awal yang mesti dilakukan adalah pembangunan kapasitas keilmuan manusia yang ingin diberdayakan. “Model pembangunan sekarang mesti beralih dari pembangunan yang hanya mementingkan fisik (insfrastruktur), menuju pembangunan intelektual (pikiran)”. Dia juga menekankan bahwa betapa pentingnya kita menjadikan UU sebagai landasan kita dalam melakukan upaya pemberdayaan masyarakat. “Sebagaimana amanat UU kita, bahwa kita mesti melakukan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya”.
Tahapan yang dilakukan demi tercapainya solusi dalam pemberdayaan masyarakat dimulai dari edukasi, partisipasi, kontribusi, potensi, kebutuhan sumber daya dan berujung pada solusi. Di hadapan peserta kuliah umum yang dihadiri oleh mahasiswa dan NGO lokal Jambi, pemateri menekankan dibutuhkan keseriusan dan kemampuan manajerial yang baik dalam mewjudkan mimpi dan cita-cita pemberdayaan.
Tidak hanya itu, hal lain yang perlu dan wajib dilakukan adalah adanya kolaborasi yang baik dari para pemangku kepentingan. Paradigma baru yang diusung tidak boleh lagi mengaminkan adanya kepentingan sectoral dalam membangun masyarakat. Semua mesti bersinergi dan bekerjasama. Pemerintah, NGO, perusahaan, masayarakat dan termasuklah akademisi mesti mengambil peran penting dan bergandengan tangan dengan baik.
“Elotansia ingin memberi kontribusi pada upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Upaya yang coba kami lakukan adalah connecting the dots. Kita ingin semua elemen terlibat dalam membicarakan hutan dan masyarakatnya. Seperti yang kami coba lakukan pada kesempatan kali ini. Kami ingin menjadi bagian dari pembangunan ekosistem intelektual yang dibangun dari kampus dan siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan itu”. Kalimat ini disampaikan oleh Dorel Efendi dalam sambutannya sebagai Program Coordinator Elotansia.(*)