SR28JAMBINEWS.COM, BATANGHARI – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Muara Bulian dalam perkara gugatan class action dengan nomor perkara 18/PDT.G/2024/PN.Mbn, yang menjadikan PT Berkat Sawit Utama (BSU) sebagai tergugat utama, memunculkan banyak tanda tanya dan dugaan ketidakberesan. Kejanggalan demi kejanggalan dalam proses hingga isi putusan membuat publik, termasuk para penggugat, merasa dirugikan dan mempertanyakan independensi majelis hakim.
Hakim Ruben Barcelona Hariandja, yang memimpin sidang tersebut, semula dijadwalkan membacakan putusan pada Senin, 14 April 2025, namun ditunda hingga Jumat, 2 Mei 2025, dengan alasan putusan belum siap dibacakan karena hakim belum bermusyawarah. Namun, penundaan selama 18 hari tersebut menimbulkan dugaan adanya intervensi terhadap putusan.
Tak hanya itu, waktu pembacaan putusan yang dilakukan di luar jam kerja, yakni sekitar pukul 17.30 WIB, serta waktu pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibatasi hingga Sabtu, 3 Mei 2025 pukul 17.10.06 WIB, dengan sistem pembayaran yang diduga bermasalah, makin memperkuat kecurigaan adanya kejanggalan dalam proses ini.
Salah satu pihak penggugat, Mahmud, menyatakan bahwa kejanggalan-kejanggalan ini tidak bisa dianggap remeh.
“Kecurigaan kita berdasar. Penundaan 18 hari, putusan keluar di luar jam kerja, hingga sulitnya melakukan pembayaran PNBP menunjukkan ada yang tidak beres. Kita selalu dirugikan,” tegas Mahmud.
Lebih lanjut, ia juga menyayangkan fakta-fakta penting dalam persidangan seperti hasil Pemeriksaan Setempat (PS) dan pengakuan adanya cacat formil dalam proses hukum tidak dimasukkan dalam pertimbangan putusan hakim.
“Banyak fakta di persidangan yang seolah hilang dalam putusan. Ini jelas merugikan penggugat,” tambah Mahmud.
Menanggapi polemik ini, Juru Bicara PN Muara Bulian, Dara Puspita, serta Panitera, Kahfi Al-Lutfi, menegaskan bahwa tidak ada intervensi dalam proses pengambilan putusan. Menurut mereka, penundaan semata-mata karena majelis hakim belum selesai bermusyawarah.
“Tidak ada intimidasi dari pihak mana pun. Putusan ditunda karena hakim belum siap, dan pada 2 Mei 2025 dibacakan melalui E-Court,” kata Dara Puspita, Senin (5/5/2025).
Soal waktu putusan dan pembayaran PNBP yang dinilai mepet, Dara menjelaskan bahwa hal itu terjadi kemungkinan akibat keterlambatan teknis atau kendala jaringan. Ia juga menambahkan bahwa sejauh ini belum ada laporan resmi mengenai kesulitan pembayaran maupun pengunduhan dokumen putusan.
Ketika para jurnalis mencoba meminta konfirmasi langsung dari hakim Ruben Barcelona Hariandja, Dara Puspita menyatakan hal tersebut tidak memungkinkan karena keterbatasan kode etik hakim.
“Kami tidak bisa mengatur pertemuan atau komentar dari hakim terkait putusan karena terikat kode etik. Setelah putusan keluar, itu sudah menjadi produk hukum lembaga,” ujarnya.
Dara juga mengingatkan bahwa bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan tersebut memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan banding atau meneliti berkas perkara lebih lanjut. (Ilham)