sr28jambinews.com, Jambi – Tanah milik M.T Fakhruddin, mantan Pesirah Marga Tungkal Ulu yang diserobot oleh H. Syarifuddin perlu menjadi perhatian serius. Pasalnya, jika dibiarkan para mafia tanah yang terbiasa merampas hak orang lain akan semakin meraja lela. Contohnya, kasus serupa juga terjadi pada mantan Pesirah Kumpeh Ulu, Azahari seperti yang diberitakan oleh laman Jambi Link.
Tentu saja kasus-kasus penyerobotan dan sengketa tanah lainnya masih sangat banyak terjadi. Bahkan menurut data yang rilis oleh Walhi pada tahun 2022 lalu, Jambi merupakan provinsi dengan konflik agraria tertinggi nomor 2 tingkat nasional.
Dalam kasus M.T Fakhruddin, berbagai macam upaya telah banyak dilakukan. Fajar Hartawan, cucu sekaligus ahli waris M.T Fakhruddin ini membeberkan, di tahun 2003 jalur hukum pernah ditempuh untuk menuntaskan kasus penyerobotan lahan miliknya.
Di mana pada saat itu, jelas Fajar, tim kuasa hukumnya telah menggugat 9 nama termasuk H. Syarifuddin.
“Selain dirinya sendiri, H. Syarifuddin juga memaksakan terbitnya 8 sertifikat lain, di mana seluruhnya adalah anggota keluarga H. Syarifuddin sendiri,” kata Fajar melalui sambungan telepon, Selasa (20/6/2023).
Fajar menegaskan, 9 sertifikat yang terbit atas inisiasi H. Syarifuddin telah merampas apa yang telah diperjuangkan oleh kakek dan ayahnya dulu.
“Selain 9 nama itu, kami dulu juga menggugat BPN karena telah menerbitkan sertifikat yang tidak sesuai dengan prosedur hukum,” ucapnya.
Fajar bercerita, dulu dalam persidangan pihak H. Syarifuddin enggan untuk hadir, baik di dalam ruangan maupun sidang lapangan yang digelar di lokasi tanah.
Hingga pada ujungnya, gugatan yang telah dilayangkan tersebut berakhir dengan tanpa putusan atau NO.
Selain upaya hukum, sejak awal upaya damai juga pun telah ditempuh, namun itikad baik nampaknya tidak dihiraukan oleh pihak H. Syarifuddin.
Teranyar, pihak Fajar Hartawan mencoba melakukan upaya mediasi dengan difasilitasi oleh Camat Muara Papalik dan dihadiri langsung oleh Kades Dusun Mudo.
Namun, upaya mediasi yang dilakukan pada 15 Desember 2021 tersebut tidak dapat dilanjutkan, sebab pihak yang bersengketa atau H. Syarifuddin tidak berkenan hadir.
Kesaksian Soal Tanah
Kesaksian pertama datang dari A. Rachman Thahir, mantan Kepala Kantor Pesirah atau Kepala Marga Tungkal Ulu Kabupaten Tanjab (masa kerja 1958-1968).
Kesaksian Rachman tersebut diarsipkan dalam surat keterangan tertulis, di mana ia menegaskan jika lahan di ruas sebelah kanan jalan Jambi-Merlung KM 70-72 adalah benar lahan yang diupayakan penguasaannya oleh M.T Fakhruddin.
“Surat keterangan ini sengaja saya (mantan Kepala Kantor Pesirah/Kepala Marga Tungkal Ulu) berikan dengan maksud agar tanah-tanah yang dibuka setelah UU PA No. 5/1960 jangan sampai dengan mudah diakui sebagai tanah milik adat. Karena tanah milik adat adalah tanah yang dibuka sengan izin lisan/tertulis dari Pesirah/Kepala Pemerintahan yang berazaskan adat,” tulis Rachman dalam surat keterangannya, yang bertanggal 21 September 1998.
Selain Rachman, mantan Pesirah lainnya, Kpt. Inf. (Purn) Adnan Makruf juga memberikan kesaksian yang sama. Ia menegaskan dalam surat keterangannya jika lahan di sebelah kanan ruas jalan adalah benar milik M.T Fakhruddin, lahan tersebut berhadapan dengan lahan milik Pemerintah Marga Tungkal Ulu..
“Sebelah kanan arah Jambi-Merlung memang benar bekas perkebunan karet kepunyaan M.T Fakhruddin (alm), eks anggota DPRD-GR Tk. 1 Provinsi Jambi,” tulis Adnan Makruf dalam surat bertanggal 11 September tahun 1995.
Selain tokoh masyarakat seperti Pesirah, mantan Kepala Desa (Kades) Dusun Mudo, H. Anwar HS juga memberikan kesaksian tertulis dengan isi yang kurang lebih sama, yaitu menegaskan jika lahan sebelah kanan dari KM 70-72 adalah milik M.T Fakhruddin
Ketiga orang tokoh yang bersaksi untuk M.T Fakhruddin diperkuat dengan tanda tangan di atas matrai 2000.
Selain itu, saat ini sendiri, tua tengganai yang masih berumur panjang, Anjang Nur juga memberikan kesaksian yang kuat soal posisi tanah milik M.T Fakhruddin.
“Tu lah untuk diketahui, sayo kan udah dari dulu. Kalau sebelah kanan dari sini (Jambi), 70 ke 72 tuh sayo siap bertanggung jawab, itu tanah Rosdan Fakhruddin. Sebelah kirinyo tanah Marga,” papar Anjang Nur saat ditemui di kediamannya, Selasa (20/6/2023).
“Kalau ado yang gugat segalo macam, sayo sebagai saksi, baik di pengadilan baik di manapun. Itu faktanyo ado, datanyo ado, bukan dibuat-buat,” tegas Anjang.
Perihal tanah milik Syarifuddin, Anjang menyebut jika Syarifuddin memang punya tanah di KM 72, berbentuk kebun karet.
“Di 72 tuh ado karet baru tanamannyo Daud, itu lah Daud punyo, yang dikit tuh memang (tanah Syarifuddin), di sebelah Abun Sendi,” tuturnya.
Anjang menjelaskan, tanah milik Daud di sebelah sungai dan berbatasan dengan tanah M. Rosdan, itu lah tanah yang dibeli oleh Syarifuddin.
Namun, entah atas dasar apa, tanah tersebut merembet dan menyerobot tanah milik M. Rosdan hingga 50 ha lebih.
Anjang turut mengatakan, anak dari Daud juga telah membuat surat pernyataan jika tidak ada orang tuanya punya tanah di tempat yang sama dengan M. Rosdan.
“Tanah milik M. Rosdan Fakhruddin belum pernah diperjual-belikan, saya tahu riwayatnya, sudah pasti itu (Syarifuddin) penyerobotan,” tegas Anjang.
Terakhir, pendiri sebuah pondok pesantren di Suban ini menyatakan, apa yang disampaikannya adalah sebenar-benarnya fakta yang ada.
“Sayo nih lah tuo, sayo bukan ngato kan sayo benar, bukan, tapi ini lah fakta,” tutup Anjang Nur.(*)