KOTA JAMBI (SR28) – Kasus tindak pidana perdagangan orang yang sebagian besar korbannya merupakan anak-anak di Kota Jambi merupakan kasus serius yang memerlukan pengusutan secepat mungkin. Sejak diberitakan beberapa waktu lalu, telah tercatat 30 anak menjadi korban. Hal ini menjadi perhatian khusus bidang perempuan kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia (KAMMI) Jambi.
Dalam prosesnya, hak atas bantuan hukum dan akses terhadap keadilan merupakan hak konstitusional warga negara yang telah dijamin dalam UUD 1945. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum hanya dapat terwujud apabila setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pembelaan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Ketidakmampuan ekonomi seseorang bukan alasan untuk mendapatkan hak tersebut.
Dalam kaitannya terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang korbannya sebagian besar adalah anak-anak, selama proses hukum tidak boleh mencederai hak-hak mereka sebagai anak. Novita Sari, Kabid perempuan KAMMI Jambi menyebutkan, pemerintah harus serius dalam mengusut tuntas kasus TPPO dan tidak mencabut hak pendidikan anak yang menjadi korban kasus tersebut.
“Kita akan selalu memantau kinerja pemerintah dan aparat penegak hukum dalam persoalan ini. Ini persoalan serius, semua pihak yang terlibat baik P2TP2A, Dinsos, maupun Polda maupun organisasi masyarakat perlu bersinergi dalam menyingkap tabir kelam kasus TPPO di Jambi” katanya. Lebih lanjut Novi menjelaskan, kasus ini yang terlihat hanya permukaan saja, dibalik ini bukan tidak mungkin lebih banyak korban yang terjerat.
“Kasus ini mungkin saja memiliki aktor utama yang belum terungkap, seperti fenomena gunung es, jika pemerintah tidak serius, maka akan lebih banyak korban yang berjatuhan nantinya. Para korban juga harus tetap diakomodir hak pendidikannya, dilindungi karena usia masih anak-anak, dan dinas pendidikan perlu mengupayakan pendidikan karakter lebih di seluruh institusi pendidikan” jelasnya.
Kekerasan seksual dan darurat ketahanan keluarga
Terlepas dari apapun yang menjadi motif korban hingga terseret kasus ini, Novi menyebutkan Jambi dapat dikatakan darurat ketahanan keluarga. Hal ini menjadi tanggung jawab para eksekutif Jambi dalam mengimplementasikan Perda ketahanan keluarga.
“Dari hasil diskusi kami bersama berbagai pihak yang telah menangani kasus serupa, faktor keluarga menjadi salah satu bagian yang penting. Padahal Jambi sudah memiliki perda ketahanan keluarga sejak 2017 lalu, namun realisasinya nihil” kata Novi.
Korban kasus kekerasan seksual yang umumnya terjadi pada anak menurutnya terjadi pada keluarga yang kurang memperhatikan anak. Faktor ekonomi dan teknologi menambah panjang kompleksitas permasalahan ini.
“Ada banyak faktor, utamanya dari unsur keluarga, ekonomi, juga tekhnologi. Untuk memperbaiki ini, realistisnya pemerintah harus merealisasikan perda yang telah dibuat di kalangan legislatif Jambi. Jika terealisasi, harusnya setiap desa/ kelurahan memiliki satu orang psikolog dan keluarga percontohan. Ini bukan soal mencampuri ranah privat, akan tetapi membantu menyelesaikan permasalahan dari akarnya” tutup Novi. (Agus/Sidik)