RAFAH (SR28) – Hampir setengah jam berlalu sebelum ambulans dan petugas pemadam kebakaran pertama tiba di kamp perdamaian Kuwait di Rafah. Tenda-tenda yang menjadi tempat tinggal pengungsi Palestina terbakar hebat setelah Israel melancarkan serangan udara mengerikan dengan bom-bom canggih buatan Amerika Serikat (AS). Serangan pada Minggu malam dan pada Selasa telah menewaskan sekitar 60 orang.
Kengerian serangan udara brutal Israel terhadap Rafah telah menyayat hati masyarakat dunia internasional. Kecaman dari para pemimpin dunia bermunculan, sementara kampanye “All Eyes on Rafah” menjadi viral di berbagai negara.
Seorang pengacara bernama Zuhair, 36 tahun, sedang bersama teman-temannya, menonton berita saat senja memudar dari langit. Ketika ledakan mengguncang area tersebut sekitar pukul 20.45, Zuhair berlari menuju suara itu, ketakutan akan keselamatan istri, anak-anak, dan teman-temannya. Tetapi apa yang ditemuinya adalah pemandangan “neraka” yang mengerikan.
“Saya melihat mayat di mana-mana. Anak-anak terbakar. Saya melihat kepala tanpa tubuh, yang terluka berlarian kesakitan, beberapa masih hidup tetapi terjebak di dalam tenda yang terbakar,” katanya seperti dikutip The Guardian.
Tidak ada peringatan, dan selama beberapa menit, tidak ada bantuan yang tiba. Zuhair berusaha menjemput keponakannya yang terluka, tetapi ketika mereka bergerak, seseorang membawa korban luka dengan luka terbuka di dada kepada mereka.
Akhirnya, sembilan orang dimasukkan ke dalam mobil kecil, yang biasanya hanya muat untuk dua orang. Beberapa di antaranya bahkan berada di bagasi. Sementara itu, Zuhair sedang bersama keluarganya di tenda mereka, beristirahat setelah salat Maghrib, ketika kilatan merah dan ledakan memecah malam.
Asap hitam dan hujan pecahan peluru menyusul, lalu terdengar suara jeritan. Zuhair berlari keluar untuk membantu yang terluka, tanpa menyadari bahwa saudara iparnya telah terbunuh dan keponakannya terluka di tenda mereka, yang hanya berjarak 70 meter dari lokasi serangan rudal.
Sepotong pecahan peluru menembus paru-paru dan jantung keponakannya, membunuhnya seketika. Zuhair tidak menghitung korban tewas, tetapi yakin telah melihat hampir 20 mayat, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak.
“Tentara Israel mengeklaim mereka menargetkan militan, tapi itu bukan alasan untuk menyerang daerah yang penuh dengan tenda dan pengungsi,” kesalnya.
Sasarannya berada di tepi barisan tenda, yang didirikan oleh Kuwait awal tahun ini untuk melindungi para pengungsi. Kamp tersebut berada di luar “zona kemanusiaan” di sepanjang pantai yang diumumkan Israel pada awal Mei, saat Israel melancarkan operasi ke Rafah.
Namun wilayah tersebut tidak berada di wilayah Rafah yang tercakup dalam perintah evakuasi khusus yang dikeluarkan militer Israel melalui media sosial, panggilan telepon, dan selebaran ketika pasukan Zionis masuk, sehingga masyarakat yang tinggal di sana menganggap wilayah tersebut aman.
“Rudal itu menghantam dekat titik medis yang dikelilingi oleh banyak tenda, di daerah yang berpenduduk lebih dari 4.000 orang,” kata sumber.
Tampaknya, tidak biasa karena tidak ada kawah tumbukan besar di permukaan tanah dan hal ini memicu kebakaran besar.
Tragedi Rafah telah menciptakan luka yang mendalam dan kecaman yang keras terhadap tindakan Israel. Sementara dunia internasional bersatu dalam keprihatinan, pertanyaan atas keadilan dan perlindungan bagi pengungsi Palestina terus mengemuka.