Pragmatis Boleh, Gila Jangan

  • Bagikan

JAMBI (SR28) – Dalam dunia politik, seorang akan dihadapkan dalam beberapa pilihan. Contoh saja dalam menentukan kandidat yang akan diusung dalam Pilpres, Pileg, pemilihan kepala daerah bahkan tingkat terendah yakni pemilihan kepala desa.

Sudah barang tentu, dalam beberapa pilihan akan menentukan yang lebih cakap untuk menjadi jagoan yang digadang-gadangkannya, sehingga dipenentuan akhir akan terpilih sebagai pemenang. Pun ia selaku pendukung akan menjadi garda terdepan baik dalam menggulirkan isu, atau sebagai penangkis isu negatif terhadap jagoannya.

Tak sedikit para pendukungnya menjadi gila-gila-an dalam membela dan mengatakan bahwa jagoan ini bak malaikat, tak sedikit pun memiliki kekurangan, bahwa hanya ia la yang paling bersih, jujur, adil bahkan semua sifat kearifan seoarang pemimpin ada pada dirinya.

Munculnya sifat pragmatis para pendukung ini menjadi hal yang lumrah, namun jika membela yang akhirnya membolak-balikkan fakta atau malah tidak menerima perspektif dari masyarakat awam yang saya sebutkan saja barisan tengah, sudah tentu ini menjadi pemikiran yang upnormal. Tentu rakyat punya dasar, lebih pada yang dialami bukan sekedar teori dan retorika yang disetting belaka.

Jika kita melihat kisah Khalifah Umar bin Khattab dan ibu pemasak batu, sungguh ini menjadi kisah yang sangat menyentuh. Umar dengan rasa bersalahnya, membawa sendiri gandum dari gudangnya ke rumah ibu tersebut, agar ibu dan anak-anaknya dapat makan dan tidak kelaparan lagi, padahal saat itu umar adalah seorang pemimpin, bisa saja ia menyuruh ajudannya untuk menghantarkan gandum ke tempat ibu tadi, namun dengan rasa bersalahnya, Umar sendiri yang menghantarkan gandum tersebut. Sebelumnya, Umar pun dengan lapang dada menerima cacian ibu tersebut yang tidak tau bahwa lawan bicaranya adalah Umar sang Khalifah, ibu tersebut terus-terusan menyalahkan Umar bahwa Umar tidak berempati kepada rakyatnya, Umar dinilai dzolim dimata sang ibu tersebut. Padahal sebenarnya, kelalaian Umar terhadap ibu dan anak-anaknya itu hanyalah persentase kecil dari kelalaian Umar.

Dalam kisah Umar tersebut dapat kita simpulkan bahwa kritikan, masukan dan saran adalah menjadi cambuk agar ia menjadi sadar dan mampu memperbaikinya, sehingga tidak ada lagi yang merasa terdzolimi atau terabaikan.

Di provinsi Jambi baru saja melaksanakan pilkada serentak, bagi setiap pemenang akhirnya menjadi kesuksesan tersendiri, tak khayal bagi tim suksesnya.

Ketika berjalannya kepemimpinan sang pemenang tadi, kebanyakan tim sukses berfikir bahwa tugasnya sudah selesai menghantarkan. Ia lupa bahwa dosa sang pemimpin yang salah arah akan mengalir pada dirinya juga. Maka dari itu, tim sukses bukan sebatas menghantarkan namun mampu menjadi penasehat bagi pemimpin, sehingga pemimpin tersebut tidak salah jalan.

Namun tak sedikit, mengetahui pemimpinnya berbuat salah, mereka malah mati-matian membela, mereka anggap kesalahan pemimpin tadi menjadi hal yang wajar, mereka terus berdalih bahwa pemimpin tadi tetaplah sebagai sosok malaikat bagi rakyatnya.

Mari kita untuk tetap berfikir secara profesional, bukan proporsional, yang salah kita benahi bersama, yang kurang kita penuhkan bersama, kesalahan sang pemimpin kita luruskan bersama, baik pemimpin eksekutif, legislatif, yudikatif maupun pejabat publik lainnya.

Penulis : Muhamad Irawan, S.Pd.,M.Pd

Muhamad Irawan,S.Pd., M.Pd (Ketua KAMMI UNJA 2015/2016)

 

  • Bagikan