GOWA (SR28) – Sebuah sindikat uang palsu yang telah beroperasi selama 14 tahun akhirnya terbongkar di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Kasus ini mengejutkan publik, terutama karena melibatkan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Andi Ibrahim (AI), sebagai otak di balik sindikat tersebut. Operasi ini tidak hanya berlangsung dalam kampus di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tetapi juga melibatkan jaringan yang luas.
Menurut Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Yudhiawan, operasi sindikat uang palsu dimulai pada Juni 2010. Selama dua tahun pertama, kegiatan masih dalam tahap pengenalan. Operasi kemudian dihentikan sementara hingga para pelaku kembali merencanakan produksi pada Juli 2022.
Pada Oktober 2022, mereka mulai membeli peralatan cetak dan memesan kertas serta tinta khusus dari Tiongkok. Mesin cetak senilai Rp600 juta didatangkan dari Surabaya, sedangkan bahan baku diimpor langsung dari China. Produksi uang palsu akhirnya dimulai pada Mei 2024, dan pada November 2024 uang palsu senilai total Rp400 juta telah mulai diedarkan.
Sindikat ini memiliki dua lokasi utama untuk operasinya:
- Rumah salah satu pelaku (ASS) di Jalan Sunu 3 Blok N 5, Kota Makassar.
- Gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar di Kabupaten Gowa, yang digunakan setelah mesin cetak dipindahkan ke sana pada September 2024.
Melalui grup WhatsApp, para pelaku berkomunikasi intensif untuk mengatur distribusi uang palsu.
Kasus ini mulai terungkap setelah polisi menemukan uang palsu yang beredar di Kecamatan Pallangga, Gowa. Penangkapan pertama dilakukan terhadap pelaku yang tertangkap tangan melakukan transaksi dengan uang palsu. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap jaringan yang melibatkan 17 orang dari berbagai latar belakang, termasuk pegawai internal UIN, ASN Pemprov Sulawesi Barat, dan dua karyawan bank BUMN.
Beberapa tokoh kunci yang diungkap polisi adalah:
- Andi Ibrahim (AI): Otak sindikat yang mengatur produksi dan distribusi uang palsu.
- S (inisial) dan ASS: Rekan utama AI yang membantu produksi dan penyimpanan alat cetak.
- IR dan AK: Dua karyawan bank BUMN yang menggunakan, menjual, dan membeli uang palsu.
Setelah mengetahui adanya penyelidikan polisi, sindikat ini berusaha menutupi jejak dengan menghentikan aktivitas mereka. Namun, aksi ini gagal menghentikan polisi yang telah mengumpulkan bukti kuat.
Atas tindakan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 36 dan Pasal 37 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Hukuman yang menanti mereka berkisar antara 10 tahun penjara hingga seumur hidup.
Hingga kini, tiga pelaku lainnya masih buron. Polisi terus mengembangkan kasus ini dengan harapan dapat menangkap seluruh anggota jaringan.