BATANGHARI (SR28) – Dalam dua bulan terakhir, masyarakat Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, dihebohkan dengan dua kasus pelanggaran yang melibatkan pegawai RSUD Hamba Muara Bulian dan RSUD Majid Batoe. Kedua kasus ini mencoreng nama baik institusi kesehatan tersebut, sekaligus menjadi perhatian publik atas perilaku yang dianggap tidak sesuai norma adat dan etika profesi.
Kasus Pertama: Dokter dan Security Terciduk di Kosan
Pada Selasa, 15 Oktober 2024, warga bersama Satpol PP Kabupaten Batanghari melakukan penggerebekan di sebuah kamar kos di Lorong Cinta Damai RT 25, Kelurahan Rengas Condong, Kecamatan Muara Bulian. Pasangan yang digerebek tersebut adalah seorang dokter berinisial “DA” (28) dan seorang petugas keamanan RSUD berinisial “NT” (41).
Menurut Kepala Bidang Operasi dan Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Batanghari, Supriady Harahap, penggerebekan ini bermula dari laporan warga yang mencurigai seringnya NT bertamu hingga larut malam.
“Kami mengamankan mereka di dalam kamar kos untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Lingkungan setempat meminta agar persoalan ini diselesaikan melalui sanksi adat,” ujar Supriady.
Hasil keputusan adat memutuskan bahwa keduanya dikenakan sanksi berupa denda adat, sesuai dengan tradisi masyarakat setempat.
Kasus Kedua: Alibi Makan Buah Mangga
Sebulan kemudian, pada Jumat malam, 15 November 2024, insiden serupa terjadi di Komplek Perumahan Citra Palem RT 28, Kelurahan Rengas Condong. Warga mendapati dua oknum pegawai RSUD Majid Batoe, yakni “BN” (pria) dan “JN” (wanita), tengah berduaan di rumah BN dengan alasan memakan buah mangga.
Namun, penjelasan mereka dibantah oleh saksi warga yang mengaku harus mengetuk pintu dua kali sebelum akhirnya dibuka.
“Kami dengar jelas pintu dikunci, lalu dibuka dua kali saat kami datang,” ujar salah satu saksi.
Lembaga adat setempat memutuskan kedua pelaku melanggar adat, meskipun tidak ditemukan bukti perbuatan zina. Sanksi yang dijatuhkan adalah denda adat serta ritual cuci kampung sebagai bentuk pembersihan moral komunitas.
Menariknya, perwakilan BN sempat menawarkan solusi mengganti denda adat dengan kontribusi berupa lampu jalan. Namun, usulan ini langsung ditolak oleh warga.
“Lampu jalan itu urusan pemerintah, bukan pengganti pelanggaran adat,” tegas seorang warga.
Dampak terhadap Reputasi RSUD
Kedua kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik RSUD Hamba Muara Bulian dan RSUD Majid Batoe, tetapi juga memunculkan pertanyaan publik mengenai integritas dan etika pegawainya. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak manajemen RSUD terkait tindakan disipliner terhadap para oknum yang terlibat.
Sebagai institusi pelayanan kesehatan, RSUD diharapkan tidak hanya memberikan layanan medis berkualitas, tetapi juga menjaga citra positif di mata masyarakat. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pembinaan moral dan etika bagi seluruh pegawai, terutama yang bekerja di sektor pelayanan publik.
Masyarakat Muara Bulian berharap pihak RSUD dapat mengambil langkah tegas untuk mengatasi persoalan ini. Selain itu, warga juga meminta pemerintah daerah dan lembaga adat untuk terus memperkuat norma-norma sosial agar kejadian serupa tidak terulang. (Ilham)