BATANGHARI (SR28) – SMAN 1 Batanghari, bekerja sama dengan sekolah di Amerika Serikat (Waverly, Michigan dan St. Louis, Missouri) mengadakan program Pertukaran Pemuda secara Virtual. Program ini diberi nama “Connected Planet Project”.
SMANSA telah memilih Empat utusan terbaik, dan empat utusan pendamping untuk nantinya berdialog dan berdiskusi tentang peran pemuda dalam membantu Komunitas dan Pemerintah dalam Menangani Kasus Corona. Mereka adalah M. Ghifari, Leonardo Samosir, Nurul S, Indana Zulfa (kelas XII), Faras Aldi, Aqlah Dien, (Kelas XI), dan Nina Norin, Sakyna Maharani (Kelas X).
Sementara dari Waverly High School telah menunjuk dua utusan terbaiknya: Keegan Gray dan Donovan Owen (Kelas XII). Dari St. Louis, Vashon High School juga mengutus dua utusan terbaik: Ryan Standley dan Dominic Archie Jr. (Kelas XII).
Diskusi berjalan dengan lancar. Pertukaran pemuda virtual menggunakan zoom sendiri mampu menimbulkan rasa keingintahuan yang tinggi dari masing-masing peserta terhadap budaya dan tradisi yang tentunya berbeda antara Amerika dan Indonesia. Topik diskusi pun sangat beragam mulai dari kepemimpinan, olahraga, lingkungan, social media, hingga memuncak pada topik pembelajaran selama pandemik, serta peran pemuda dalam masa adaptasi new normal.
Acara diawali dengan perkenalan dari guru SMANSA, Dion Ginanto, Samantha Lurie dari Vashon HS dan guru dari Waverly HS Mr. Robert Lurie. Mr. Lurie sendiri pernah berkunjung ke Batang Hari dan singgah satu hari di SMANSA. Acara Connected Planet Project ini adalah follow up dari kunjungan Mr. Lurie satu tahun yang lalu. Sementara guru dari Vashon HS dipimpin oleh Samantha Lurie, yang juga putri kandung dari Robert Lurie. Baik Samantha maupun Robert pernah mendapatkan pengharagaan dari Pemerintah Amerika Serikat sebagai guru terbaik dan favorit.
Setelah perkenalan sekolah, acara dilanjutkan dengan perkenalan antar siswa. Acara ini semakin seru karena diselingi dengan ice breaker, naming ceremony: mengartikan nama. Jadi masing-masing siswa berkenalan dan memberi arti dari nama yang mereka miliki.
Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi di mana topik yang disepakai pada pertemuan pertama kali ini adalah “Peran Pemuda dalam membantu Komunitas dan Pemerintah dalam Penanganan Covid-19.”
Masing-masin peserta sangat antusias bertukar informasi mengenai bagaimana Pandemic mempengarui proses belajar mengajar. Mereka juga bertukar fikiran tentang kiat-kiat mengefektifkan pembelajaran daring agar memperoleh hasil yang maksimal. Serta berdiskusi tentang bagaimana dapat menyeimbangkan antara ekspektasi dan tanggungjawab ketika belajar dari rumah.
Ghifari, memberikan highlight bahwa meskipun ia mempunyai akses terhadapa tehnology dan laptop dan smartphone, namun Ghifari memberikan penekanan pada siswa-siswi yang kurang beruntung dan yang tidak memiliki akses yang cukup pada teknologi. Keegan, siswi dari Waverly juga setuju bahwa permasalahan kekurangan teknologi juga menjadi masalah di Waverly.
Beberapa siswa diantaranya Ryan dan Keegan juga memiliki kesulitan untuk menyeimbangkan antara waktu penggunaan media sosial media dan waktu belajar. Sementara itu, Dominic dan Donovan menyotori banyaknya tugas yang harus mereka selesaikan di sekolah selama Pandemic.
Keegan, juga mengungkapkan bahwa rindunya dia pada teman-temannya, dan betapa rindunya Keegan pada kegiatan-kegiatan sekolah.
Terakhir, Nina Norin dan Keegan berbagi nilai positif selama belajar dari rumah. Norin bercerita pengalaman bahwa ketika belajar dari rumah dia lebih mempunyai waktu untuk belajar mandiri, sehingga ia dapat belajara bahasa Korea secara mandiri. Senada dengan Norin, Keegan lebih mampu mempelajari budaya Afrika secara mendalam, termasuk bahasa dan makanan dari Afrika.
Beberapa peserta dari Amerika meminta rekomendasi makanan dari Indonesia. Siswa siswi Indonesia secara kompak membagi informasi tentang rendang dan nasi goreng.
Di ujung acara, peserta diskusi membuat rekomendasi tentang pembelajaran online selama pandemic, diantaranya:
Untuk guru agar tidak memberikan banyak tugas dan PR selama Pandemic. Karena siswa sudah merasa berat dengan pembelajaran online, maka guru harus secara ikhlas mengurangi intensitas pemberian PR dan Tugas.
Jika memang harus memberikan tugas, maka guru harus memberikan tenggat waktu yang lebih flexible.
Agar guru dapat memberikan materi secara menarik dan mudah dipahami, bukan hanya sekedar memberikan tugas.
Peserta dari Indonesia dan Amerika juga merekomendasikan agar pemuda dapat terus mematuhi aturan pemerintah termasuk untuk tetap menjaga physical distancing dan disiplin dalam menggunakan masker ketika harus ke luar rumah. Yang terpenting, agar siswa dapat memanfaatkan waktu belajara dari rumah untuk memaksimalkan penelitian dan penemuan jati diri, contohnya dengan secara mandiri mempelajari bahasa asing, atau mempelajari budaya dari negara lain yang tentunya tidak diajarkan di sekolah.
Di akhir acara, baik SMANSA, Waverly HS, dan Vashon HS berkomitmen untuk melanjutkan kegiatan ini dengan jumlah peserta yang lebih besar dan dilakukan dengan rutin, agar terjalin hubungan yang erat antar sekolah dari kedua negara. Pertemuan ini diakhiri dengan foto bersama secara virtual
Acara Connected Planet Project didukung sepenuhnya oleh keluarga besar SMAN 1 Batanghari. Kepala SMAN 1 Batanghari, Dra. Rony Setwawati, M.Pd., berharap agar acara ini menjadi langkah awal SMANSA dalam melatih lulusannya untuk menjalin kerjasama dan diplomasi dengan negara tetangga. (Dion Ginanto)