Oleh: Farida Ayu Nadya S.Sos, M.H
Urusan perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 yang diatur ketentuannya dalam Kompisili Hukum Islam. Aturan-aturan Islam mengenai perkawinan, perceraian, dan perwarisan bersumber dari literatur-literatur Islam dari berbagai mazhab yang dirangkum dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun dalam praktek perkawinan yang berlaku di dalam masyarakat, banyak bermunculan hal baru bersifat ijtihad, karena tidak ada aturan yang khusus untuk mengatur hal tersebut.
Perkembangan Teknologi informasi (TI) abad XXI sangat pesat dan menduduki lini kehidupan. Terutama dalam komunikasi yang berbasis kemudahan dalam melakukan hubungan seseorang secara langsung. Konteks dalam Hukum Islam ini yang bersifat universal (umum), sehingga dengan kaidah ushul fikih itu sendiri, bahwa hukum tersebut akan berubah dengan perubahan zaman dan perubahan tempat.
Permasalahannya, hukum positif di Indonesia sekarang ini belum mengatur spesifik kaidah perkawinan yang melalui alur telekomunikasi, sementara itu perkembangan teknologi informasi yang lebih cepat dan pesat jika dibandingkan dengan perkembangan hukum, perangkat hukum dan aparatur penegak hukum demi menyelesaikan persoalan hukum ini dalam bingkai teknologi.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal. Perkawinan pada umumnya dilakukan disatu tempat seperti masjid, rumah, atau gedung dimana calon suami dan calon istri serta walinya hadir di tempat tersebut, namun di Jakarta Selatan pada tahun 1989 terjadi perkawinan melalui telepon, dan hal tersebut sah dengan adanya Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989 tentang pengesahan pernikahan melalui telepon, walaupun sampai saat ini hukum positif di Indonesia belum mengatur secara spesifik tentang kaidah perjawinan melalui jalur telekomunikasi.
Pelaksanaan hukum perceraian sebagai bagian dari hukum perkawinan juga bersifat pluralistis, sehinnga pada hal-hal tertentu (perbuataan hukum dan peristiwa hukum tertentu) masing-masing golongan penduduk tunduk pada subsistem hukum perceraian yang berbeda-beda, yaitu sebagai berikut :
a. Hukum perceraian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berlaku bagi para suami dan istri warga negara Indonesia yang bergama Islam, yang melakukan perceraian di pengadilan negeri.
b. Hukum perceraian menurut hukum islam berlaku bagi para suami dan istri warga negara Indonesia yang bergama Islam, yang melakukan perceraian di pengadilan agama.
c. Hukum perceraian menurut hukum adat berlaku bagi para suami dan istri warga negara Indonesia yang juga menjadi warga dari kesatuan masyarakat hukum adat dan memegang teguh hukum adatnya, yang melakukan perceraian di pengadilan agama (bagi yang beragama Islam) atau di Pengadilan Negeri (bagi yang beragama Kristen).
Hukum talak (cerai) melalui SMS dapat dianalogikan atau dikiaskan dengan hukum cerai melalui tulisan surat biasa. Sebab kesamaan keduanya merupakan pesan cerai Keabsahan melalui teks yang bukan verbal (lisan), para ulama fikih (fuqaha) sepakat bahwa hal itu efektif jatuh talak. Perceraian adalah putusnya suatu perkawinan antara suami istri yang telah melangsungkan suatu perkawinan, baik cerai hidup maupun cerai mati yang disebabkan oleh beberapa faktor dan memenuhi persyaratan. Dalam perumusanxketentuanxhukum suatu permasalahan atauxperistiwa sebaiknya menggunakanxinstrumen istibat hukum yang konfrehensi agar tercapaixkemaslahatan bagi umat. Alangkah baiknya perkembangan teknologi yang ada saat ini bisa disikapi dengan bijaksana agar pengguna teknologi dapat pengaruh positif bagi perkembangan bangsa dan agama.