KOTA JAMBI (SR28) – Dugaan pelanggaran kampanye dilakukan oleh pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jambi nomor urut 02 di Klenteng Sungai Sawang. Robert Samosir, warga yang melaporkan kejadian ini, menyerahkan laporannya secara resmi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jambi pada pukul 10.00 WIB, Senin 11 November 2024.
Menurut laporan Robert, terdapat tiga pelanggaran utama yang dilakukan dalam acara kampanye tersebut. Pertama, kegiatan ini tidak memiliki Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari Polresta Jambi, meskipun dihadiri lebih dari 200 orang.
“Mereka tidak memiliki izin dari Polresta, tapi massa mencapai ratusan,” ujar Robert.
Robert menjelaskan, dalam peraturan kampanye, Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari kepolisian merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi setiap paslon sebelum melakukan kampanye, terutama yang melibatkan kerumunan massa. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Berdasarkan Pasal 280 Ayat (1) huruf a, kampanye harus sesuai ketentuan izin atau pemberitahuan dari kepolisian setempat.
“Secara pidana, jika melibatkan kerumunan besar tanpa izin yang mengganggu ketertiban, paslon dapat dijerat Pasal 510 UU Pemilu dengan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp12 juta,”ujar Robert.
Pelanggaran kedua, menurut Robert, adalah penggunaan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye. Klenteng, sebagai tempat ibadah, tidak seharusnya digunakan untuk kegiatan politik.
Menurut Robert, menggunakan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye merupakan pelanggaran serius dalam aturan pemilu. Pasal 280 Ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017 melarang penggunaan fasilitas pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas pemerintah untuk kegiatan kampanye politik. Klenteng, sebagai tempat ibadah, masuk dalam kategori tempat yang dilindungi dari kegiatan politik demi menjaga netralitas dan menghormati tempat ibadah.
“Secara pidana, mereka yang melanggar ketentuan ini dapat dijerat Pasal 521 UU Pemilu dengan ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta,” tegasnya.
Ketiga, menurut Robert, paslon 02 diduga membagikan beras 5 kilogram merek Blido kepada warga. Robert mengatakan pembagian dilakukan dengan cara memanggil peserta satu per satu menggunakan kupon yang bertuliskan atribut paslon 02.
“Masyarakat dipanggil satu-satu dengan kupon bergambar paslon, ini jelas mempengaruhi pilihan dan merusak demokrasi,” tambah Robert.
Praktik pembagian barang atau uang yang disertai dengan atribut paslon atau simbol-simbol tertentu merupakan indikasi dari politik uang (vote-buying). Tindakan ini diatur secara ketat dalam Pasal 523 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang melarang memberikan imbalan atau menjanjikan barang atau uang dalam bentuk apa pun untuk memengaruhi pemilih.
“Jika terbukti, pelanggaran ini dapat berakibat pada sanksi pidana yang serius. Paslon yang terlibat dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta. Selain itu, Bawaslu memiliki wewenang untuk merekomendasikan diskualifikasi bagi paslon yang terbukti melakukan politik uang,” kata Robert.
Robert menegaskan, Bawaslu harus memproses dugaan ini dengan tegas dan profesional demi menjaga kualitas demokrasi di Kota Jambi. Ia mengingatkan, politik seharusnya tidak dijadikan alat untuk membodohi masyarakat.
“Tidak boleh ada yang memanfaatkan masyarakat demi kepentingan pribadi. Bawaslu harus bertindak,” katanya.
Bawaslu Kota Jambi diharapkan segera mengusut laporan ini dengan teliti. Jika terbukti benar, tindakan tegas akan diambil terhadap paslon nomor urut 02.(Tim)