JAMBI (SR28) – Aksara arab melayu mulai berkembang di Indonesia sejak masuknya agama islam di kawasan kesultanan melayu. Berkembangnya ajaran Islam di Indonesia, tak bisa dipisahkan dengan berkembangnya penggunaan aksara arab, karena pedoman bagi umat Islam (al-Qur’an dan hadis) tertulis dengan menggunakan aksara arab.
Tulisan arab melayu sendiri berarti aksara arab dalam penulisan bahasa melayu. Huruf-huruf yang pengucapannya tidak ada dalam aksara arab disesuaikan dengan menambahkan tanda titik pada huruf tertentu, sehingga aksara arab melayu bisa dipakai secara umum. Di abad pertengahan, aksara arab melayu menjadi tulisan resmi raja-raja keturunan melayu di nusantara. Banyak karya-karya sastra, kitab-kitab, dan hukum-hukum yang ditulis dengan aksara arab melayu.
Kini, eksistensi aksara arab melayu di Indonesia telah tergantikan dengan aksara latin. Dimulai ketika masuknya penjajah dari eropa yang mengemban misi gospelnya, dan masuknya pengaruh komunis di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan aksara arab melayu dapat dikatakan sudah ditinggalkan. Bahkan pemerintah sendiri tidak mengakui arab melayu sebagai bagian dari budaya yang telah mengakar kuat dalam masyarakat kita. Buktinya, sejak tahun tujuh puluhan pemerintah mencanangkan program penuntasan buta aksara. Masyarakat diajarkan membaca latin. Seseorang akan dianggap buta aksara bila tidak bisa membaca tulisan latin, sekalipun ia mampu menulis dan membaca aksara arab melayu.
Mengapa arab melayu ditinggalkan? Apakah aksara arab melayu tidak sesuai dengan perkembangan zaman? Perlukah mengembalikan eksistensi tulisan arab melayu?
Faktanya, pengetahuan dan pemakaian aksara arab melayu masih sangat dibutuhkan sampai zaman sekarang, juga masa yang akan datang. Ada banyak alasan untuk hal tersebut. Berikut ini, penulis uraikan beberapa diantaranya.
Pertama, generasi sekarang perlu menggali khazanah ilmu pengetahuan Islam di nusantara. Zaman dahulu, ulama-ulama masa itu menuliskan kitab-kitab dengan aksara arab melayu. Di bidang kesusasteraan, banyak sekali manuskrip yang ditulis dengan aksara arab melayu. Naskah melayu menjadi penting karena merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Teksnya mengandung berbagai ilmu yang berguna untuk kehidupan.
Kedua, zaman sekarang mungkin hampir tidak ada lagi masyarakat yang buta huruf latin, tetapi banyak orang yang buta aksara al-Qur’an. Pemakaian aksara arab melayu akan sangat membantu generasi kedepan untuk lebih mudah belajar Al-Quran. Orang yang bisa membaca arab melayu, dipastikan bisa membaca Al-Quran.
Ketiga, transliterasi bahasa asing seringkali tidak tepat bila menggunakan huruf latin. Misalnya, di dalam KBBI اِنْ شَآ اللّٰه kata bila ditransliterasikan ke huruf latin menjadi insyaallah. Padahal, dalam satu kata tersebut ada tiga kata penyusun yaitu اِنْ, شَآ, dan اللّٰه. Seharusnya jika ditulis ada spasi diantara ketiganya. Lain lagi dengan bahasa Inggris, transliterasi latinnya menjadi insha-allah. Sama-sama menggunakan huruf latin, namun memiliki transliterasi yang berbeda di lain tempat.
Selain itu, huruf-huruf latin ada yang tidak bisa ditransliterasikan dengan tepat, seperti huruf ح, ث, ذ, ش, ص, ض, ظ. Walau telah ada ketetapannya, namun tidak semua orang bisa melafalkan dengan tepat. Aksara arab memiliki lebih banyak huruf dibanding aksara latin. Pada aksara arab melayu, aksara arab lebih diperkaya lagi dengan menambahkan titik diakritik untuk huruf-huruf tertentu. Sehingga, lebih mudah mentransliterasikan berbagai bahasa ke tulisan arab melayu. Misalnya, teransliterasi bahasa inggris. Lihat saja di kamus bahasa inggris, kita sering menjumpai penggunaan simbol-simbol yang tidak banyak orang bisa memahaminya.
Keempat, bahasa Indonesia pun seringkali salah dibaca bila menggunakan huruf latin. Misal, kata ‘akhir’ sering dibaca ‘ak-hir’, kata ‘makhluk’ dibaca ‘ mah-luk’, kata ‘jumat’ seringkali salah diucapkan, dan banyak lagi kesalahan yang lainnya. Terlebih masyarakat muslim di Indonesia gemar memberi nama anaknya dengan nama islam. Alangkah baiknya bila di akte kelahiran si anak ditulis dengan aksara arab, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam penulisannya.
Kelima, sebenarnya arab melayu itu tidak selalu identik dengan islam, karena di arab sendiri tidak semua orang beragama islam, aksara arab hanya transliterasi dan bisa digunakan untuk bahasa apapun. Jika kita katakan arab melayu identik dengan Islam, lalu bagaimana dengan aksara latin?
Keenam, penggunaan aksara arab melayu menambah khazanah budaya Indonesia. Bahasa Indonesia sebagaimana yang kita ketahui, berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu merupakan campuran dari berbagai bahasa. Sayang sekali jika budaya yang telah mengakar kuat hilang begitu saja. Padahal, banyak negara lain, sampai saat ini masih mempertahankannya, seperti penggunaan katakana dan hiragana di Jepang, aksara kiril di Rusia, aksara dewanagari di India, dan lain-lain.
Fakta di atas membuktikan bahwa sudah saatnya mengembalikan eksistensi tulisan arab melayu di Indonesia. Penggunaan tulisan arab melayu mungkin tidak harus seratus persen menggantikan aksara latin yang sudah ‘kadung’ diadopsi oleh negara kita. Sama seperti awal kemunculan penggunaan aksara latin, perlu keseriusan dari pemerintah (atau dari masyarakat sendiri) untuk memasyarakatkannya. Tapi, di era 4.0 sekarang, pasti akan lebih mudah, jika ada kesadaran dan kemauan dari kita, masyarakat dan pemerintah. Minimal, mulai dari lembaga atau sekolah-sekolah Islam.
Penulis: Mery Fafrida, S.P., S.Pd., M.Pd.
Guru SDIT Nurul Ilmi Kota Jambi