JAMBI (SR28) – Baru saja, BPS merilis data kependudukan hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020). Jumlah penduduk Indonesia September 2020 adalah sebesar 270,20 juta jiwa. Dalam satu dekade, dibandingkan data hasil SP2010, jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 32,57 juta jiwa.
Distribusi penduduk menurut pulau di Indonesia masih relatif stabil. Pulau Jawa menjadi tempat tinggal bagi 56,10 persen penduduk Indonesia, diikuti Sumatera (21,68 persen), Sulawesi (7,36 persen), Kalimantan (6,15 persen), Bali-Nusa Tenggara (5,54 persen), dan Maluku-Papua (3,17 persen).
Dilihat dari jenis kelaminnya, sebanyak 136,66 juta jiwa (50,58 persen) yang berjenis kelamin laki-laki. Selebihnya, sebanyak 133,54 juta jiwa (49,42 persen) penduduk Indonesia yang berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2020, rasio jenis kelamin penduduk Indonesia sebesar 102, artonya terdapat 102 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.
Lalu bagaimana potret kependudukan di Jambi saat ini?
Berdasarkan Rilis data hasil SP2020, per September 2020 jumlah penduduk di Provinsi Jambi sebesar 3,55 juta jiwa. Jumlah ini meningkat sekitar 460 ribu jiwa dibandingkan hasil SP2010. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,81 juta jiwa (51,01 persen) adalah laki-laki dan 1,74 juta jiwa (48,99 persen) adalah perempuan. . Pada tahun 2020, rasio jenis kelamin penduduk Jambi sebesar 104, artonya terdapat 104 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.
Distribusi penduduk menurut Kabupaten/Kota di Jambi masih relatif stabil. Sebanyak 606.200 jiwa (17,08 persen) tinggal di Kota Jambi. Lalu diikuti, Muaro Jambi sebesar 402.017 jiwa (11,33 persen), Bungo 362.363 jiwa (10,21 persen), Merangin 354.052 jiwa (9,98 persen), Tebo sebesar 337.669 jiwa (9,52 persen), Tanjung Jabung Barat sebesar 317.498 jiwa (8,95 persen), Batang Hari sebesar 301.700 jiwa (8,50 persen), Sarolangun sebesar 290.047 jiwa (8,17 persen), Kerinci sebanyak 250.259 jiwa (7,05 persen), Tanjung Jabung Timur sebesar 229.813 jiwa (6,48 persen), dan Kota Sungai Penuh yang ditinggali sebanyak 96.610 jiwa (2,72 persen).
Struktur umur penduduk Jambi masih didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai sekitar 2.502.920 jiwa (70,54 persen). Jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 878.040 jiwa (24,75 persen) dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 167.268 jiwa (4,71 persen).
Rasio ketergantungan mencapai angka 42, yang bermakna bahwa setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung 42 penduduk usia nonproduktif. Rasio ketergantungan tahun 2020 merupakan yang terendah selama ini, menandai kita sedang memasuki periode terbaik bonus demografi.
Yang lebih menarik adalah melihat hasil komposisi penduduk berdasarkan umurnya. Di Jambi, ternyata masih dikuasai oleh Generasi Milenial (lahir tahun 1981-1996) dan Gen Z (lahir tahun 1997-2012). Sebanyak 26,80 persen penduduk Jambi adalah Generasi Milenial, dan 29,18 persen masuk dalam kelompok Gen Z. Jumlah Penduduk yang masuk dalam kelompok Gen X (lahir tahun 1965-1980) sebesar 21,43 persen, kelompok Post Gen Z (lahir tahun 2013 sd sekarang) sebesar 11,60 persen, kelompok Baby Boomer (lahir tahun 1946-1964) sebanyak 9,72 persen, dan selebihnya 1,27 persen masuk dalam kelompok Pre-Boomer (lahir sebelum 1964).
Apa yang menjadi tantangan kependudukan Jambi saat ini dan kedepannya?
Melimpahnya penduduk usia produktif harus bermanfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan penduduk. Selain itu, periode bonus demografi yang lebih pendek mengharuskan kita bekerja lebih cepat untuk meraih manfaat sebelum bonus demografi berakhir. Transformasi bonus demografi menjadi bonus ekonomi akan terwujud jika penduduk usia produktif yang termasuk angkatan kerja dapat bekerja secara layak dan sejahtera.
Jika ingin pekerja kita bekerja lebih layak dan sejahtera, proporsi pekerja di sektor formal harus ditingkatkan. Caranya dengan memperbaiki daya saing sehingga mampu mendorong peningkatan investasi di sektor formal.
Berdasarkan Indeks Daya Saing Global 2017-2018 (WEF: Global Competitiveness Report 2017-2018), Indonesia terus mengalami kenaikan peringkat daya saing global, dari peringkat ke-50 (2013) menjadi ke-36 (2018). Namun, peringkat daya saing kita akan naik lebih cepat jika kita mampu memperbaiki daya saing di pilar pendidikan, kesehatan, dan kesiapan teknologi.
Menurut Forum Ekonomi Dunia (WEF), daya saing suatu negara ditentukan oleh tiga pendorong utama, yaitu dorongan faktor produksi (factor-driven), dorongan efisiensi (efficiency-driven), dan dorongan inovasi (innovation-driven).
Kebijakan pemerintah membangun infrastruktur fisik dan memperbaiki tata kelola pemerintahan selama empat tahun terakhir berdampak positif terhadap peningkatan daya saing yang bersifat factor-driven. Jumlah penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat menjadikan Indonesia memiliki modal daya saing dari sisi efficiency-driven.
Di era Revolusi Industri 4.0, daya saing sangat ditentukan bukan hanya oleh factor and efficiency-driven, melainkan juga kemampuan inovasi (innovation-driven). Revolusi Industri 4.0 dipicu oleh revolusi digital dan teknologi informasi yang berkembang sejak awal 2000. Memudahkan orang untuk mengakses informasi dan pengetahuan, mempromosikan produknya, dan melakukan ekspansi pasar.
Namun, Revolusi Industri 4.0 juga menciptakan tantangan di era bonus demografi karena ancaman untuk terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri juga meningkat. Pekerja dituntut memiliki kompetensi kerja yang tinggi atau akan tersisih. Tantangan ini berpotensi menjadi ancaman bagi bonus demografi jika kita tidak segera membangun SDM dengan kompetensi inovasi.
Inovasi bersumber dari pengetahuan baru dan lulusan terlatih yang dihasilkan sekolah dan universitas. Namun, WEF menjelaskan bahwa sebagian besar sistem pendidikan saat ini masih mengacu pada model yang dikembangkan seabad lalu. Pemerintah perlu segera menyempurnakan sistem pendidikan, ekosistem inovasi melalui sistem dan lingkungan yang mendukung berkembangnya inovasi.
Sistem pendidikan harus menghasilkan manusia unggul yang berkarakter, inovatif, dan berbakat tinggi. Pendidikan tidak sekadar mengajarkan siswanya agar lulus ujian. Pendidikan harus mendidik siswa untuk mampu memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis dan kreatif, memiliki kecerdasan emosi, dan mampu menjadi pribadi berkarakter lifelong learning.
Tak ada pilihan lain, kita harus mengembangkan strategi pendidikan yang adaptif terhadap Revolusi Industri 4.0, agar innovation-driven yang menjadi prasyarat Revolusi Industri 4.0 dapat berkembang dan mendukung peningkatan daya saing Indonesia, dan Jambi khususnya.
Jika daya saing meningkat, investasi juga akan meningkat, kesempatan kerja di sektor formal terbuka lebar, memberi kesempatan bagi penduduk usia produktif kita untuk dapat bekerja dan menciptakan lapangan kerja yang layak.
Penulis : Budi Hartono, S.ST, M.Si.
Statistisi BPS Provinsi Jambi