GORONTALO (SR28) – Belakangan ini, publik dikejutkan oleh beredarnya video asusila yang melibatkan seorang guru dan murid Madrasah Aliyah Negeri di Gorontalo. Kasus ini bukan hanya memicu kemarahan dan kekecewaan masyarakat, tetapi juga mengangkat kembali isu serius mengenai keamanan dan integritas di dunia pendidikan.
Video berdurasi 5 menit 48 detik itu menyebar luas di media sosial, menampilkan tindakan tidak pantas antara seorang guru dengan siswinya yang masih di bawah umur. Kejadian ini pun mencoreng citra pendidikan di Indonesia dan memicu tindakan tegas dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama dan aparat penegak hukum.
Hubungan Terlarang Sejak 2022
Kasus ini pertama kali terungkap setelah penyelidikan dari pihak kepolisian Polres Gorontalo, khususnya oleh tim Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Menurut Brigadir Polisi Jabal Nur, hubungan antara guru dan murid tersebut sudah berlangsung sejak September 2022. Hubungan ini terjadi karena pelaku memanfaatkan situasi emosional korban yang merupakan seorang yatim piatu, sehingga tidak memiliki sosok orang tua sebagai pelindung.
Pelaku, yang seharusnya bertindak sebagai seorang guru yang memberikan perlindungan, justru memanfaatkan kondisi tersebut.
“Pelaku memberikan perhatian khusus kepada korban, sehingga korban merasa mendapat kasih sayang layaknya seorang ayah,” ungkap Brigadir Jabal Nur. Seiring berjalannya waktu, hubungan ini semakin tidak sehat hingga mencapai puncaknya pada tahun 2023, ketika tindakan asusila tersebut semakin ekstrem.
Dalam video yang beredar, korban terlihat masih mengenakan seragam sekolah, sementara pelaku mengenakan jaket, topi, dan celana panjang hitam. Adegan tidak senonoh itu diduga dilakukan di sebuah kos-kosan, menambah keprihatinan terhadap lingkungan di mana tindakan tersebut terjadi. Keluarga korban, melalui pamannya, akhirnya melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang, memicu proses hukum terhadap pelaku.
Kemenag Tindak Tegas Pelaku Asusila
Menanggapi viralnya video tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) segera memberikan pernyataan tegas. Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Thobib Al Asyhar, dalam keterangannya pada Kamis, 26 September 2024, menyampaikan kekecewaannya yang mendalam atas kejadian tersebut. Thobib menekankan bahwa tindakan asusila yang dilakukan oleh seorang guru sangat tidak dapat ditolerir dan pelaku akan dikenakan sanksi berat sesuai regulasi yang berlaku.
Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Sebagai guru, dia seharusnya menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat. Kami sedang dalam proses, dan guru yang bersangkutan akan segera mendapat sanksi berat sesuai dengan aturan yang ada. Kami tidak akan mentolerir perilaku seperti ini,” tegas Thobib.
Thobib merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang mengatur sanksi bagi pelanggaran etika dan disiplin oleh PNS. Dalam pasal 3 huruf f, disebutkan bahwa setiap PNS wajib menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai hukuman disiplin berat, yang mencakup:
- Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan;
- Pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan;
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Proses Penyelidikan Polisi
Di sisi lain, aparat penegak hukum dari Polres Gorontalo juga terus bergerak cepat dalam menangani kasus ini. Wakapolres Gorontalo, Kompol Ryan Dodo Hutagalung, mengatakan bahwa pihak kepolisian sudah menerima laporan dari keluarga korban dan saat ini sedang mengumpulkan keterangan dari para saksi.
“Laporan sudah kami terima, dan yang melaporkan adalah paman dari korban. Saat ini, kami sedang dalam proses pengumpulan keterangan saksi-saksi,” jelas Kompol Ryan.
Pihak kepolisian juga akan melakukan koordinasi dengan pihak sekolah dan instansi terkait untuk memastikan penyelidikan berjalan lancar. Kepolisian berjanji akan mengambil langkah hukum yang sesuai, mengingat korban masih berstatus di bawah umur dan kasus ini melibatkan eksploitasi seksual oleh seorang pendidik yang memiliki otoritas di lembaga pendidikan.